[Chapter 1 of 3] Even If…

Buat kalian yang belum tau, saya suka banget yang namanya nulis. Lebih spesifik, saya suka nulis cerita original fiction. Beberapa karya saya bisa dibaca di Tomonai Circle dalam bentuk doujin. Kali ini, saya pingin kembali ke format yang bikin saya suka nulis, yaitu sebuah short novel.

Well, silahkan dibaca, Chapter 1 dari 3. “Even If…”

Kota ini bernama Tokio. Sebuah kota independen yang dibangun dengan desain identik dengan kota Tokyo di Jepang.

Tokio adalah kota pariwisata, yang berarti banyak tujuan wisata yang terdapat di kota ini. Lampu neon yang menyinari langit malam, pusat perbelanjaan mewah, dan area hiburan tersebar dimana-mana, dan tentunya, hotel-hotel bertaraf internasional mudah untuk ditemukan di berbagai lokasi.

Salah satu hotel yang berada di pusat kota adalah Hotel Hi-Pacific, hotel berbintang 5 yang memiliki kapasitas cukup besar dengan standar pelayanan internasional. Di area Bar & Lounge hotel Hi-Pacific terlihat beberapa waiter berkerja melayani tamu yang datang ke bar untuk minum maupun sekedar duduk santai dengan membawa tablet-nya.

Salah satu dari waiter ini bernama Adrian, seorang lelaki berumur 23 tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi-nya. Ia memang memiliki passion untuk berkerja di lingkungan hotel, karena itulah ia memberanikan diri untuk pindah ke Tokio.

Adrian memiliki tubuh yang cukup tinggi dan padat. Rambutnya berwarna hitam. Kulitnya berwarna putih kecoklatan dan ia memakai kacamata minus akibat kebiasaannya membaca dengan penerangan minim dan kesukaannya bermain game berlama-lama.

Keadaan malam itu cukup sepi. Meja-meja di Lounge yang biasanya terisi dengan beberapa orang tamu hotel hanya terisi satu-dua orang malam ini. Dan karena area floor cukup sepi, malam ini Andrian membantu Heinrich, bartender Hi-Pacific untuk membersihkan glassware yang ada.

“Tolong ya!” ucap Heinrich meminta tolong pada Adrian.
“Sip.” balas Adrian singkat.

Adrian masuk kedalam area Bar, mengambil napkin untuk memoles glassware yang ada, dan mulai melakukan tugasnya.

Jam di dinding bar menunjukkan pukul 10.30 malam. Adrian memang masuk shift malam untuk hari ini, dengan jam menunjukkan pukul 10.30, berarti tersisa 30 menit baginya sebelum shift-nya berakhir. Para tamu mulai meninggalkan bar. Malam ini cukup sepi karena memang tidak ada event apapun. Beda bila ada countdown tahun baru ataupun turnamen sepakbola.

Saat jam menunjukkan pukul 10.45 malam, Adrian menyadari datangnya seorang wanita. Ia berjalan dengan anggunnya ke resepsionis. Adrian terpana dengan penampilan sang wanita itu.

Rambut cokelat muda yang sepertinya alami, tinggi sekitar 163-165 centimeter, wajah yang imut dan penuh keceriaan. Senyuman yang sangat elegan dan aura kakak perempuan yang dipancarkan dari wanita ini membuat Adrian menghentikan apapun yang dilakukannya untuk sesaat.

“Hoi, jangan merhatiin tamu macem gitu ah! Creepy, tau!” Sahut Joe yang memang sengaja berdiri diam di samping Adrian.

Adrian yang terkejut segera memalingkan pandangannya dari wanita itu. Ia melanjutkan membersihkan glassware yang ditugaskan kepadanya. Tapi walaupun begitu, Adrian tidak bisa berhenti memikirkan wanita itu. Sekali-sekali, ia akan mencuri lihat ke arah resepsionis hotel.

Dan akhirnya, wanita itu menyadari ia telah diperhatikan oleh Adrian untuk beberapa saat. Tidak sengaja pandangan Adrian dan wanita ini menyahut satu sama lain. Wanita itu tersenyum hangat ke arah Adrian. Saat itu juga, wajah Adrian memerah.

Tak lama kemudian, wanita ini berhasil mendapatkan kunci kamarnya. Adrian melihat wanita ini dari depan resepsionis hingga kearah lift. “Mungkinkah.. Ini yang namanya cinta?” tanya Adrian dalam hati.

Waktu menunjukan pukul 11.00, ini berarti shift kerja Adrian telah selesai. Dan beruntunglah Adrian karena malam ini bar cukup sepi, ia tidak perlu berkerja overtime. Adrian kemudian berjalan menuju locker pekerja dan bersiap pulang.

Adrian mengambil semua barang yang ia taruh di dalam lockernya. Sebuah tas ransel dengan berbagai macam pin karakter anime cewek — kebanyakan berasal dari Kantai Collection –, di dalamnya terdapat kunci sepeda motornya, dan juga kunci flat tempat ia tinggal.

Jalanan utama Tokio malam itu cukup ramai. Masih banyak café dan restoran yang buka di sisi jalan. Hal ini tentu normal melihat Tokio memang adalah kota pariwisata. Tapi setelah berbelok ke area residensial Tokio, jalanan menjadi sepi. Adrian sangat suka kondisi jalan yang sepi dan sedikit gelap seperti ini. Ia bisa merasa damai saat mengendarai motornya.

Motor Adrian bukanlah motor yang mewah. Tipe standar dengan mesin 150cc sudah cukup baginya untuk mengelilingi kota dan membawanya berangkat dan pulang kerja. Motor ini sudah memiliki beberapa modifikasi, seperti lampu yang berubah menjadi tipe projektor, dan knalpot tipe racing.

Terkadang, Adrian merasa iri melihat beberpa orang dengan motor besarnya. Tetapi Adrian tahu, ia tidak mampu membeli motor seperti itu, dan hei, dia cukup nyaman dengan motornya saat ini.

Adrian sampai di tempat tinggalnya. Sebuah flat kecil berlantai dua dan hanya berisi 8 kamar. Flat tempat tinggalnya cukup dekat dengan hotel tempatnya berkerja. Adrian memarkirkan sepeda motornya di samping tangga menuju lantai 2.

Flat ini berdesain minimalis, gedungnya berwarna putih krim dengan beberapa line berwarna coklat. Di samping flat tumbuh beberapa pohon cemara kecil dan sekumpulan bunga lavender yang memberikan aroma wangi sekaligus penangkal nyamuk. Apabila angin meniup tanaman ini, satu flat akan wangi dan memberikan perasaan nyaman kepada para penghuninya.

Tangga menuju lantai 2 dilapisi dengan batu marmer dan pegangan yang dibuat dengan bata dan kayu yang cukup kokoh. Bagi Adrian, daripada sebuah flat, bila dilihat dari luar tempat ini seperti hotel kecil.

Adrian tinggal di lantai 2, di ujung koridor, di kamar dengan angka 204. Kamarnya cukup besar, satu kamar tidur bertipe studio dengan kichenette dan satu kamar mandi kecil. Di ruang utamanya terdapat satu televisi LED berukuran 42″ dengan resolusi 4K yang ia beli dengan gaji pertamanya. Di bawah TV itu tertaruh rapi sebuah konsol next-gen dan beberapa tumpukan game fisik, Adrian tidak terlalu suka game digital. Menurutnya, dengan membeli game digital, kita tidak punya bukti konkret telah mendukung developer game itu.

Di samping kasurnya terdapat lemari kaca yang berisi macam-macam figure anime. Adrian adalah seorang Otaku animanga akut yang memulai koleksinya sejak SMP. Saat ia akan meninggalkan rumahnya, ia mengatakan kepada orangtuanya, “Aku nggak bisa meninggalkan semua waifu-ku seperti ini!” Dan akhirnya dibawalah semua barangnya ke flat kecil ini.

Adrian menaruh kunci sepeda motor dan kamarnya di samping pintu utama. Adrian kemudian menaruh ranselnya disamping kasurnya. Ia kemudian membuka bajunya dan berjalan masuk ke shower. Dengan suhu air yang pas, ia mulai membersihkan badannya dari segala bau yang menempel di badannya sehabis kerja.

Adrian tinggal sendirian di flat kecil ini. Ia tidak pernah merasakan apa itu yang namanya pacaran, apalagi yang namanya Sex. Bagi dia, itu semua masih jauh dari kata tercapai. Adrian sendiri tidaklah jelek, wajahnya cukup diatas standar dan dia memiliki sifat yang baik, hanya saja, Adrian terlalu pasif sebagai seorang lelaki.

Saat ini, Adrian sudah memiliki penghasilan sendiri. Dan itu berarti seharusnya ia mulai mencari pasangan hidupnya. Hanya saja, pekerjaannya terlalu menyita waktunya, dan saat libur selalu digunakan Adrian untuk menyelesaikan backlog game-game yang belum ia selesaikan. Akhirnya Adrian tidak punya waktu untuk mencari pasangan hidup.

“Aku pingin punya pacaaar..” ucapnya di bawah tetesan air dari shower.

Adrian terdiam dibawah shower untuk sesaat. Ia bingung mau ngeucapkan apa lagi. Ia kemudian mengambil shampoo dan menggosokan cairan itu ke rambutnya. Setelah membilas rambut hitam pendeknya, Adrian mencuci mukanya dengan sabun muka.

Satu hal yang lucu dari Adrian, dia selalu merasa gelisah ketika matanya tertutup untuk mencuci mukanya. Karena itu ia selalu menghindari area mata sebelum semua wajahnya tertutup olesan sabun muka. Dan ketika semua permukaan wajahnya tertutupi sabun, ia selalu terburu-buru membilas wajahnya.

“Jancuk, perih!” gumamnya ketika ia terburu-buru membilas wajahnya dan membuka matanya.

Setelah bagian kepala selesai, ia membasuh tubuhnya dengan Shower Gel ‘Old Spice’ yang baunya sangat ia sukai. Ia selalu membasuh tangan kanannya terlebih dahulu, kemudian berlanjut ke bagian tubuh lainnya. Saat ia sampai di bagian selangkangan, ia terdiam sejenak.

“Kamu.. Bakal kepakai nggak ya..” ucapnya konyol.

Setelah ia selesai membilas badan, Adrian mengambil handuk berwarna putih miliknya yang diletakannya di samping shower. Ia mengeringkan rambutnya terlebih dahulu, kemudian mengikatkan handuk itu ke pinggangnya. Adrian menggosok giginya dengan cepat, kemudian barulah ia memakai baju gantinya.

Adrian keluar dari kamar mandi, di depan kamar mandi terlihat kitchenette. Ia membuka kulkas dan mengambil pudding custard yang ia simpan sejak pulang kerja kemarin malam. Ia merebahkan badannya di kasur yang terdapat di salah satu sudut ruang utama. Ia kemudian menyalakan TV dan membuka puddingnya.

Ia menyalakan konsol gaming-nya dan menjalankan app WWE Network, sebuah layanan Video on Demand yang berisi program-program Gulat professional. Ya, Adrian adalah seorang penggemar Gulat juga, bahkan saat kuliah ia bergabung dengan klub Gulat di kampusnya.

Malam itu Adrian melihat WrestleMania X-Seven, sebuah event Pay-Per-View akbar persembahan WWE (yang saat itu masih bernama WWF) dimana akhirnya Stone Cold Steve Austin tunduk kepada Mr. McMahon, sebuah momen dimana Adrian kecil kehilangan kepercayaannya kepada Stone Cold.

Adrian merasa, saat itu adalah waktu paling keren untuk hidup. Semuanya terlihat sangat keren dan masih banyak ‘pahlawan’ yang bisa dijadikan role model. Saat ini orang-orang terlalu munafik, mereka diberi sedikit attitude dan mereka bakal menganggap itu offensive, terlalu banyak orang yang mudah ‘sakit pantat’.

Adrian mematikan TV-nya dan kemudian bersiap untuk tidur. Besok ia harus berkerja seperti biasa. Di sampingnya terletak sebuah dakimakura, bantal panjang berukuran 150 centimeter dengan gambar salah satu karakter anime. Kalau tuidak salah namanya adalah Sena, salah satu karakter utama “Boku ha Tomodachi ga Sukunai”.

Adrian memeluk dakima itu dengan erat. Sena memang menjadi salah satu karakter kesukaannya, atau yang biasa disrebut dengan ‘waifu’ di kalangan otaku. Adrian mengelus bagian kepala Sena dengan halus, layaknya seorang manusia asli. Adrian mengambil smartphone-nya dan mematikan lampu kamarnya.

“Oyasumi.” Ucapnya singkat.

——————————————————————————————————————————————

Esok paginya, Adrian pergi ke sebuah supermarket dekat hotel tempat kerjanya. Supermarket ini cukup lengkap dan terkenal di daerah itu. Adrian mengunjungi bagian deli, ia akan membeli beberapa bahan makanan untuk dimakan nanti malam sepulang kerja. Ia berencana untuk memasak cream stew.

Adrian meminta 350 gram daging tenderloin sapi lokal pada penjaga station deli. Penjaga itu kemudian menimbang daging dan kemudian memberikannya ke Adrian. Adrian mengucapkan terima kasih, dan kemudian berjalan menuju tempat bumbu masakan.

Sesampainya di lorong bumbu masakan, Adrian terkejut. Ia tidak begitu yakin, tapi ia merasa melihat wanita yang kemarin malam check-in ke hotel tempatnya berkerja. Ya, itu adalah wanita yang Adrian perhatikan kemarin malam! Itu adalah wanita yang memberikan sebuah senyuman pada Adrian!

Adrian sedikit salah tingkah, jantungnya berdetak cukup kencang. Wajahnya memerah dan pandangannya dia alihkan ke lantai. Adrian ingin sekali menyapa wanita ini, tapi ia teringat suatu hashtag yang pernah trending di Twitter, kalau nggak salah hashtagnya #SiapalahDakuIni.

Tapi belum sempat Adrian berjalan menjauh, wanita ini menyadari keberadaan Adrian di ujung lorong. Akhirnya mereka berdua saling bertemu pandang. Wanita ini kembali tersenyum kepada Adrian, dan hal ini menjadikan wajah Adrian semakin memerah.

Wanita itu berjalan ke arah Adrian, jantung Adrian semakin berdetak kencang, keringat mulai keluar dari dahinya, tapi sebagai seorang waiter yang baik, Adrian bisa mengontrol sikapnya secara instan. Ia membalikkan badan sebentar, kemudian menyapa sang wanita.

“Selamat pagi, nona. Sedang berbelanja?” tanya Adrian halus.

“Ah kau, pelayan yang ada di bar itu kan?” balas si wanita.

Ternyata memang benar, wanita ini adalah wanita yang kemarin malam check-in kedalam hotel. Adrian sedikit merasa senang sekaligus malu, karena itu berarti wanita ini tahu bahwa Adrian memperhatikan dia kemarin malam. Mereka kemudian berbicara sebentar, menanyakan apa yang sedang Adrian lakukan di supermarket.

“Namaku Aya, kebanyakan orang memanggilku dengan nama itu.” Ucap wanita itu.

“Saya Adrian, saya berkerja sebagai waiter dan bertender di hotel Hi-Pacific.” balas Adrian singkat.

Aya membeli beberapa makanan cepat saji dan beberapa bahan minuman. Aya bilang, semua ini untuk ia masak di kitchenette kamar hotelnya. Adrian memberikan beberapa rekomendasi untuk Aya.

“Sampai ketemu di bar nanti malam, Adrian.” Ucap Aya sebelum meninggalkan supermarket itu.

Adrian menatap punggung Aya hingga akhirnya Aya keluar dari supermarket. Adrian tidak bisa melepaskan pandangannya dari Aya walaupun hanya untuk sesaat. Ada aura yang sangat kuat mengikatnya kepada sosok wanita itu, atau mungkin ini adalah efek hidup sendirian terlalu lama? Entahlah.

Aya menyadari Adrian melihatnya, dan sekali lagi, Aya memberikan senyuman hangat kepada Adrian. Adrian segera membuang pandangannya kearah rak bumbu makanan. Wajah Adrian kembali memerah.

Setelah beberapa saat, akhirnya Adrian kembali ke flat-nya. Seperti biasa ia memarkirkan motornya di samping tangga, kemudian berjalan melewati tangga ke lantai 2. Ia menaruh barang belanjaannya di samping kompor kecil di area kitchenette, dan kemudian menaruh daging di freezer kulkas kecilnya.

Waktu menunjukkan pukul 12.00 siang, 3 jam sebelum shift kerjanya dimulai. Adrian bengong sejenak di atas kasurnya, kemudian memikirkan pertemuannya dengan Aya. Andrian mulai ke ge-eran dan memeluk erat dakimakura Sena disampingnya.

“Oh ya! Aku belum lihat Batsu Game 20xx..” gumamnya.

Adrian kemudian menyalakan laptopnya dan mengakses website video streaming langganannya dan menonton Batsu Game, acara komedi Jepang yang dibintangi oleh Hamada, Matsumoto, Enzo, Tanaka, dan Hosei, sebuah grup komedian yang perilakunya konyol sekali.

Setelah 2 jam menonton dan tertawa tanpa henti, akhirnya Adrian mematikan laptop-nya dan kemudian mandi. Sebenarnya masih ada sekitar 1 jam lagi hingga Batsu Game-nya selesai, tetapi ia harus berangkat kerja.

Seperti biasa, di dalam kamar mandi ia memikirkan tentang hidupnya. Bagaimana ia telah hidup untuk beberapa tahun ini, bagaimana dirinya berkerja di bar & lounge, dan tentunya bagaimana ia telah bertahan hidup sendiri untuk beberapa tahun ini.

Lalu ia memikirkan Aya, wanita yang baru ia kenal pagi ini, salah satu pengunjung hotel tempatnya berkerja. Adrian mulai membayangkan dirinya bersama Aya. Ini adalah salah satu kebiasaan buruknya, apabila ia menyukai seorang wanita, ia pasti akan membayangkan hal-hal indah bersama wanita itu.

Tapi seperti biasa, Adrian akan segera menghilangkan khayalan itu. Ia selalu berpikir, “Ah, nggak mungkin aku bisa seperti itu.” Dan kemudian akan merasa down untuk sesaat.

Sebetulnya, sejak Adrian berumur 19 tahun, ia sesekali akan merasa sangat kesepian. Melihat teman-temannya memiliki pasangan, melihat mereka saling dukung dengan kehidupan mereka masing-masing, walaupun beberapa temannya juga ada yang masih labil dan gampang putus-nyambung, Adrian ingin merasakan hal-hal itu.

Sayangnya, Adrian saat itu terlalu sibuk dengan tugas-tugasnya sebagai seorang mahasiswa. Dan akhirnya tidak ada waktu untuk kehidupan sosial, terkadang Adrian sedikit menyesal mengapa dulu tidak menerima salah satu pernyataan cinta pada saat SMA.

Adrian keluar dari kamar mandi. Ia melihat ke arah kamarnya yang sepi. Cahaya matahari menyinari melalui jendela kamarnya yang juga berfungsi menjadi pintu ke balkoni belakang. Adrian duduk di kursi meja kerjanya di sebelah kanan kamar. Ia menunduk kebawah, memegang kepalanya.

“Aku kesepian…” Ucapnya pelan.

——————————————————————————————————————————————

Adrian kembali berkerja di area Bar & Lounge hotel Hi-Pacific. Hari ini bar cukup ramai, dan ia berkerja cukup keras untuk malam ini. Heinrich terlihat sedikit kewalahan meracik minuman untuk para pengunjung, tetapi tetap menunjukkan kelihaiannya sebagai bartender. Terkaang, Heinrich bahkan melakukan satu-dua trik juggling.

Adrian berdiri di samping bar, menunggu pengunjung yang akan memesan minuman ataupun makanan ringan. Kalau dilihat, sebenarnya bar tidak terlalu ramai, hanya saja tadi tiba-tiba banyak pengunjung yang datang. Selepas satu momen itu, bar kembali ke kondisi ‘warm & cozy’ seperti biasanya.

Waktu menunjukkan pukul 10.30, Adrian bersiap untuk menyelesaikan shift-nya. Heinrich kembali meminta Adrian memoles glassware yang ada, tetapi tiba-tiba, seorang pengunjung datang ke area bar & lounge.

Rambutnya berwarna coklat muda, ia mengenakan sebuah short-dress berwarna putih, di lehernya tergantung sebuah kalung dengan mata berwarna biru. Ya, pengunjung ini adalah Aya, wanita yang disukai oleh Adrian sejak kemarin malam.

Aya datang mendekati bar, duduk di depan counter bar tepat di depan hadapan Adrian yang sedang membersihkan glassware. Ia menaruh kepalanya diatas telapak tangannya, kemudian melihat wajah Adrian. Entah apa yang ada di pikiran Aya saat itu, ia hanya tersenyum lembut ke arah Adrian.

Adrian yang dari tadi memoles glassware memaksakan dirinya agar tidak melihat wajah Aya, walaupun Aya dengan jelas meminta perhatian dari Adrian. Heinrich yang melihat Adrian memperhatikan Aya hanya menggelengkan kepalanya untuk sesaat.

“Heh, ada tamu itu loh! Gimana sih? Tawarin menu lah!” Ucap Heinrich ketus, dengan nada sedikit menggoda.

Aya tersenyum ke Heinrich, Heinrich membalas senyuman itu dengan ketipan mata, kemudian berjalan menjauh dari mereka berdua.

“Hey.. Aku mau memesan minuman” Ucap Aya pelan.

Adrian tetap tidak bisa menahan emosinya yang menumpuk di kepalanya. Ia bisa merasakan wajahnya semakin memerah dan panas. Aya yang terhibur dengan reaksi Adrian semakin menggoda Adrian.

“Adrian, haloo~?”

Aya sedikit berdiri dari tempat duduknya, menengok ke arah kanan Adrian dengan wajah cantiknya. Rambut panjangnya tersinari cahaya lampu kecil dari atas bar. Adrian sedikit terkejut dengan hal ini dan mengambil satu langkah ke belakang.

“Sial!! Aya terlihat imut sekali!! Tenanglaah!!” ucap Adrian dalam hati, “Aku harus professional!”

Adrian mengambil nafas, barulah kemudian ia bisa melayani Aya dengan baik. Sebetulnya Adrian tahu hal ini sangat-sangat tidak professional, tapi apa daya, Adrian memang lemah apabila dekat dengan seorang wanita yang disukainya.

“Selamat malam Nona Aya, anda terlihat menawan sekali. Ada yang bisa saya bantu?” Ucap Adrian penuh percaya diri.

“Ah ya, aku ingin memesan minuman, tetapi aku tidak tahu apa yang harus kupesan.. Apakah kau bisa memberiku saran?” balas Aya.

“Untuk malam yang tenang ini, saya pikir cukup pantas untuk menegak segelas Whiskey dengan kadar alkohol cukup tinggi?”

“Ayolah Adrian, aku datang kesini karena ingin merasakan sebuah minuman racikan.. Cocktail! Kamu tahu, coba kau berikan aku sebuah minuman yang menutrutmu pas untukku!”

Mendengar jawaban Aya, Adrian sedikit bingung. Minuman apa yang bisa ia sajikan untuk Aya agar ia bisa puas dengan minuman itu.

Melihat Aya yang turun sendiri ke bar, itu berarti ia ingin menikmati waktu sendiri di bar, dan dengan kondisi bar yang cukup sepi, adalah hal yang masuk akal memberikan Aya minuman yang dapat menghangatkan tubuhnya.

Adrian mengambil satu gelas anti panas dam mulai meracik minuman. 30ml Irish Cream, 30ml Coffee Liqueur, 178ml Cokelat panas, dan diaduk sekitar 3 adukan.

“Dreamy Chocolate Winter untuk anda nona Aya.” Adrian menaruh gelas itu di hadapan Aya. Sedikit asap kecil muncul dari dalam gelas itu, menandakan minuman ini adalah minuman hangat.

“Hot Chocolate, huh? Not bad, Adrian..” Aya kemudian meminum Dreamy Chocolate Winter racikan Adrian. Aya memberikan reaksi cukup bagus, Adrian bisa melihat rasa nyaman dari tatapan mata Aya.

Adrian tersenyum kecil, Aya juga tersenyum. Heinrich yang melihat dari ujung lain bar tidak tahan lagi untuk tidak ikut campur dalam momen manis ini, akhirnya Heinrich mendekati mereka berdua.

“Ahem, maaf menganggu, aku harus mengambil shaker dari sini.” ucap Heinrich

Adrian yang dari tadi memperhatikan Aya meminum minumannya berjalan ke samping Heinrich. Heinrich kemudian mengambil shaker di atas counter bar. Setelah itu, Heinrich membisikkan sesuatu ke Adrian.

“Jangan kebanyakan bengong! Aku nggak apa-apa, tapi nanti kalo kelihatan manager nggak enak! Kamu ini kenapa toh?” tanya Heinrich.

“Maaf! A-aku sendiri nggak tahu aku kenapa!” Balas Adrian.
“Kamu.…Jatuh cinta ke nona muda itu?”
“Nggak! Aku..”

Wajah Adrian makin memerah.

“Aaaaah… Aku tahu sekarang… Toh nona itu juga nggak menunjukkan dia terganggu sama kamu.. Jangan-jangan lampu hijau, tuh! Heinrich kemudian mengedipkan matanya, dan berjalan ke bagian bar lainnya. Adrian kembali salah tingkah.

“Aku mau minuman lainnya.. Berikan aku sesuatu yang creamy dan dingin.” Ucap Aya ke Adrian.

Aya kemudian berdiri sedikit, dan menaruh bibirnya di samping telinga kiri Adrian. Aya kemudian berbisik,

“Dan beri aku sesuatu yang sedikit nakal.”

Adrian terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan Aya, matanya terbuka lebar sementara Aya tertawa kecil di depannya. Wajah Aya yang imut itu terlihat memerah akibat pengaruh alkohol. Tampaknya Aya memiliki toleransi yang cukup rendah terhadap alkohol.

“Anu, anda yakin ingin minum lagi nona Aya? Anda terlihat-”

Belum sempat Adrian menyelesaikan kalimatnya, Aya menyerobot Adrian,

“Aku masih bisa minum!” Ucap Aya.

Karena tidak bisa menolak, akhirnya Adrian meracik minuman lain. Adrian mengambil sebuah gelas highball dan mulai meracik minumannya.  15ml Vodka, 15ml Coconut Rum, 15ml Peach Schnapps, 45ml jus nanas, 1 sdm sirup Grenadine, dan di top dengan whipped cream.

“Creamy Sex on the Beach, nona Aya, sebuah minuman creamy yang cukup nakal.” Ucap Adrian sambil menyajikannya ke Aya.

“Aaah~ Nakal juga kamu.. Bagus, bagus! Tapi, nama boleh nakal, apakah minumannya juga nakal? Tunggu, kamu nggak naruh drugs macem-macem didalamnya kan?” Tanya Aya dengan muka merahnya.

“Nona Aya, saya bisa dipecat dan dipenjara misal menaruh barang seperti itu kedalam minuman.” Balas Adrian.

“Hahahahah, bagus-bagus!” Jawab Aya. Ia kemudian meminum minuman itu. Matanya tertutup dan bibirnya menyedot minuman itu melalui sedotan transparan kecil. Aya merasakan sebuah minuman yang sangat lembut, tetapi juga memiliki energi yang bisa membuat seseorang menjadi segar.

“Kamu.. Mencoba menggodaku, Adrian?” Tanya Aya

“Ah? Ti-tidak mungkin! Saya tidak bisa flirting ke seorang wanita secantik anda..” jawab Adrian

“Hmm? Tapi bukankah minuman ini melambangkan dirimu? Sebuah minuman yang lembut, tetapi juga sangat bersemangat?”

Adrian sadar bahwa Creamy Sex on the Beach memang memiliki tekstur yang dijelaskan oleh Aya, tetapi Adrian memang tidak berniat untuk menggoda Aya.

“M-maaf! Kalau berkenan, saya bisa memberikan minuman on the h–” belum sempat Adrian menyelesaikan perkataannya, Aya kembali memotong, kali ini jari telunjuk kanannya ditempelkan ke bibir Adrian.

“Aku tidak pernah bilang aku tidak suka.. Ini sempurna.” ucap Aya selagi tersenyum.

Aya memainkan jari telunjuknya di bibir Adrian, Adrian terlihat sangat shock dan malu, ini pertama kalinya ada wanita yang menggodanya, dan wanita ini adalah wanita yang disukainya, double combo!

Tak lama kemudian, Aya kembali duduk. Wajahnya menunjukkan bahwa ia sudah berada di batas sadar dan teler. Karena itu, Adrian tidak memberikannya minuman lagi, dan meminta Aya untuk kembali ke kamarnya.

“Aku diusir nih? JADI AKU DIUSIR NIH?!”

Yep, Aya sudah mabuk.

Waktu menunjukkan pukul 11.35, 35 menit dari waktu shift Adrian berakhir. Heinrich menyuruh Adrian untuk memanggil security untuk menemani Aya kembali ke kamarnya. Tetapi, Aya meminta Adrian yang membawanya kembali ke kamar.

“ADRIAN! AKU MAU SAMA ADRIAN!” Jerit Aya di area bar & lounge, beruntunglah saat itu kondisi bar sedang sepi.

Atas seizin Duty Manager dan pengawasan penuh CCTV, akhirnya Adrian menemani Aya kembali ke kamarnya. Duty Manager terlihat kebingungan dengan tingkah laku Aya.

“Kamu.. Kenal nona Aya, Adrian?” tanya Duty Manager itu.

“Y-yah, bisa dibilang begitu..” Jawab Adrian.

Di lift, Aya memeluk Adrian dengan sangat erat. Adrian yang baru pertama kali sedekat ini dengan seorang wanita terlihat sedikit panik dan berusaha melepaskan pelukan Aya dari tubuhnya. Semakin Adrian berusaha melepaskan pelukannya, semakin erat lingkaran lengan di sekitar lehernya.

“Anu.. Nona Aya, kalau begini nanti saya bisa dapat masalah..” ucap Adrian sambil tetap menahan tubuh Aya.

“Kenapa? Kamu sudah punya pacar?” tanya Aya dengan wajahnya yang semakin memerah.

Mendengar komentar Aya, Adrian sedikit kaget. Ia kemudian mengalihkan pandangannya dari Aya. Aya yang melihat ini semakin tertarik menggoda Adrian.

“Ahaaa~ ♥ Beneran nggak punya nih?” tanya Aya.

Adrian merasa sedikit terganggu dengan arah pembicaraan ini. Untungnya, pintu lift akhirnya terbuka, mereka telah sampai di lantai kamar Aya.

“Kita sampai Nona Aya, mari..” Ucap Adrian sambil menahan tubuh Aya.

“Eeeeeh.. Cepet banget..”

Mereka berdua berjalan di koridor hotel. Koridor yang sepi dan panjang.

Akhirnya mereka berdua tiba di depan kamar Aya, sebuah kamar Junior suite di lantai 21. Adrian kemudian melambaikan tangannya ke arah CCTV di depan kamar hotel, memberikan sinyal kepada Security bahwa ia telah sampai dengan aman di depan kamar Aya.

“Nona Aya.. Tolong kunci kamar anda..”

Aya meraba-raba tubuhnya. Untuk beberapa saat Adrian hanya berdiri di samping Aya yang sedang mencari kunci kamarnya. Setelah beberapa lama, Aya menghentikan meraba tubuhnya.

“Ra-rasanya keringgalan di bar..”
“Di bar, Nona Aya?”
“Iya.. Di bar..”

“…..”
“…..”

Saat ini emosi Adrian mulai memuncak. Ia sudah cukup capek menangani kelakuan Aya yang absurd untuk malam ini. Saat Adrian mulai membuka mulutnya untuk menyuruh Aya menunggu untuk diambilkan kuncinya, Aya berkata.

“Tapi bohong! Lihat! Nih kuncinya~ Tehe~ ♥”

Adrian sudah tidak bisa bereaksi apa-apa lagi, ia terlalu capek untuk meladeni Aya yang mabuknya cukup parah. Adrian kemudian mengambil kunci kamar dari tangan Aya, menempelkannya pada Card Reader yang ada di samping pintu, dan lanjut membawa Aya ke dalam kamar.

Kamar Aya adalah sebuah kamar President Suite. Kamar yang cukup besar untuk ditempati Aya seorang diri. Di depan pintu kamar terlihat sebuah kitchenette, mini bar, ruang tamu, dan sebuah meja kerja. Di ruangan berikutnya terdapat sebuah ranjang king size dan beberapa meja kecil.

Adrian membantu Aya untuk duduk di kasur ruangan sebelah. Aya kemudian langsung memeluk bantal yang ada diatas kasur.

“Uh, baiklah nona Aya, selamat malam, selamat beristirahat.” Adrian kemudian bersiap meninggalkan kamar Aya dan kembali ke bar untuk bersiap mengakhiri shift-nya.

Mendengar Adrian yang pamit, Aya segera bergerak untuk menahan Adrian. Aya memeluk lengan Adrian.

“Nona Aya.. Tolong lepa–”
“NGG!!”

Hening.
Aya semakin erat memeluk lengan Adrian. Adrian Cuma bisa melihat Aya yang memeluk lengannya.

“Nona Aya… Tolong–”
“Apa aku kurang menarik di mata mu?”

Aya bertanya secara tiba-tiba. Terlebih, pertanyaan yang diberikan Aya cukup bersifat personal.

“Nona Aya, anda terlalu mabuk, tolong beristirahat dengan–”
“Jawab!”

Adrian melihat ke arah Aya. Aya membalas tatapan Adrian dengan memasang wajah yang bisa membuat setiap pria yang melihat Aya merasa iba.

“Nona Aya… Anda serius?” Tanya Adrian.

Aya menjawabnya dengan menganggukkan kepalanya di lengan Adrian. Gesekan rambutnya yang halus di lengan Adrian membuat Adrian merasakan sensasi nyaman untuk sesaat.

“Kalau boleh bertanya.. Kenapa anda menyanyakan hal ini kepada saya, nona Aya?”

Aya melepaskan pelukannya. Ia menyuruh Adrian untuk duduk di sampingnya. Setelah Adrian duduk, Aya menjelaskan pertanyaannya kepada Adrian.

“Aku tahu saat aku pertama kali tiba di receptionist hotel, kamu sudah melihatku dari belakang bar tempatmu berkerja… Dan, fufu~♥ melihatmu tersipu malu seperti itu, aku tergoda untuk menjahilimu.”

Adrian terkejut mendengar penjelasan dari Aya, wajahnya memerah, Adrian mengalihkan perhatian dengan memandang lantai.

“Kamu tahu, sudah lama aku tidak mendapatkan pandangan seperti itu… Biasanya laki-laki akan melihatku dengan tatapan penuh nafsu, dan hanya menjadikanku sebagai objek seks.” Lanjut Aya.

Aya menyentuh pipi Adrian dan memaksa Adrian untuk melihat wajah Aya. Wajahnya saat itu terlihat merah akibat pengaruh alkohol. Matanya sedikit berair.

“Apakah kamu juga hanya menganggapku sebagai sebuah objek seks, Adrian?” Tanya Aya.

Aya menaruh kedua telapak tangannya di masing-masing pipi Adrian. Adrian terdiam untuk sejenak. Wajah Aya yang terkena cahaya lampu kamar tidur membuat Aya terlihat sangat sensual.

“Nona Aya, saya–”
“Panggil aku Aya.”

Di saat ini, Adrian seperti berada di persimpangan jalan. Dia memang suka ke Aya, tapi dia juga seorang pekerja professional di hotel itu. Ia tidak bisa menunjukkan perasaan pribadi kepada tamu di hotel.

“Kenapa? Berarti benar kamu memang hanya menganggapku sebagai objek seks.” Ucap Aya pelan.
“Bukan begitu nona Aya! Saya tidak pernah menganggap anda seperti itu!” balas Adrian dengan cepat.

“Lalu bagaimana?”

Adrian hanya bisa diam untuk saat ini. Otaknya berpikir keras bagaimana caranya agar bisa keluar dengan aman dari situasi ini.

Belum sempat Adrian memikirkan cara untuk keluar, Aya mencium Adrian, tepat di bibirnya.
Aya memainkan lidahnya di dalam mulut Adrian. Adrian yang terkejut tidak bisa melakukan apa-apa selain membalas ciuman Aya.

Aya memeluk erat Adrian, Aya melingkarkan lengannya di leher Adrian, memaksa Adrian untuk ikut tidur di atas kasur king size di dalam kamar president suite itu. Ciuman Aya semakin dalam. Aya semakin memainkan lidahnya, melilit lidah Adrian di dalam mulutnya.

Aya melepaskan ciumannya, tangannya tetap memeluk leher Adrian, tatapan matanya seakan mengajak Adrian untuk “melakukannya”.

Adrian tidak bisa berpikir dengan jernih lagi. Kondisi ruangan yang remang-remang, kasur yang empuk, dan Aya yang sengaja menggoda Adrian untuk melakukannya saat ini juga membuat Adrian semakin bernafsu untuk melakukannya.

“Nona Aya…”

Adrian berdiri dari kasur, ia merapikan bajunya, kemudian pamit kepada Aya.

“Nona Aya, anda mabuk… Maafkan saya kalau saya berperilaku berlebihan.. Selamat malam, selamat beristirahat.”

Adrian kemudian meninggalkan Aya sendirian di kamarnya. Aya terlihat sedih. Ia kemudian menarik selimut kasurnya dan menutupi seluruh badannya. Sedikit air mata menetes di pipinya. Aya memutuskan untuk tidur lebih cepat malam itu.

Di lift, Adrian tersenyum kecil. Tidak bisa dibantah, ia merasa senang dengan pengalaman deep kiss pertamanya. Tetapi ia masih menahan diri untuk tidak melakukannya dengan Aya. Kenapa? Karena Adrian tahu Aya dalam kondisi mabuk. Adrian tidak mau Aya menyesal telah berhubungan intim dengannya hanya karena berada dibawah pengaruh alkohol.

Adrian kembali ke bar, bersiap untuk mengakhiri shift kerjanya. Ia kemudian berkemas dan kembali ke flat tempatnya tinggal. Biasanya, Adrian akan menonton TV hingga akhirnya ia tertidur, tapi untuk malam ini, entah kenapa Adrian memainkan “L-O-V-E” yang dinyanyikan oleh Nat “King” Cole.

Adrian kemudian memeluk dakimakuranya yang bergambar Sena Kashiwagi, dan memeluknya lebih erat dibandingkan biasanya.

——————————————————————————————————————————————

Adrian tidak ada shift kerja hari ini, jadi ia ingin memanfaatkan hari liburnya dengan maksimal. Tiba-tiba, bel kamarnya berdering. Ia heran, siapa yang mengunjunginya pada hari liburnya? Apakah Heinrich? Atau rekan kerjanya yang lain?

Adrian membuka pintu kamarnya. Di depan pintu itu berdiri seorang wanita yang Adrian kenal. Ya, wanita itu adalah Aya, lengkap dengan 2 koper yang cukup besar.

“Ah! Halo Adrian!” Sapa Aya penuh semangat.

Adrian menutup pintunya.

“EH?! ADRIAN! INI AKU! AYA! KAMU UDAH MEMPERAWANI AKU KEMARIN MALAM!”

Mendengar apa yang Aya katakan dengan keras, Adrian segera membuka pintu kamarnya, mempersilahkan Aya masuk.

“Oho~ Jadi aku boleh masuk nih?”
“Si-silahkan masuk, nona Aya…”

“Maaf ngerepotin~”

Akhirnya Aya masuk kedalam kamar flat Adrian. Adrian membantu Aya membawa kopernya masuk kedalam kamarnya. Adrian berpikir di dalam kepalanya,

“Kenapa aku kok bantu masukin kopernya ke kamar?”

Tapi Adrian segera membuang pikiran itu, ia tetap menarik koper milik Aya, ia menaruhnya di samping kulkas kecil yang ada di samping kitchenette kamarnya.

Koper milik Aya adalah koper yang cukup besar. Satunya berwarna hitam, satunya berwarna biru tua. Adrian teringat akan koper lama miliknya yang ia pernah beli di Tokyo, Jepang.

“Ah, aku pernah punya koper seperti ini!” Pikirnya dalam hati.

Sementara Adrian merapikan koper Aya disamping kulkas, Aya mengelilingi kamar flat Adrian. Aya melihat lemari kaca berisikan banyak figure karakter anime milik Adrian. Aya mengalihkan pandangannya ke arah kasur Adrian, dan terlihat dakimakura Sena yang biasa Adrian peluk saat malam.

“Aduh, Ota” pikir Aya.

Walaupun begitu, Aya tetap tertarik untuk melihat isi lemari kaca milik Adrian. Ia melihat beberapa karakter cewek yang ada di dalamnya. Salah satu figure yang menarik perhatian Aya adalah Figma 108 – Takane Manaka, salah satu karakter dari LovePlus, game ‘Girlfriend Simulator’ yang sempat booming di Jepang.

Aya mengambil figma itu, kemudian duduk di kasur Adrian, figma itu bersih tanpa kotoran satu titik pun, menandakan figure itu sangat terawat. Aya sendiri juga pernah mencoba memainkan LovePlus, tapi berhenti karena pekerjaannya.

“Kamu main LovePlus, Adrian?” tanya Aya.

Adrian membawa dua gelas berisi Orange Juice dan menaruhnya di meja kecil di tengah kamarnya. Adrian kemudian duduk di lantai dan menjawab pertanyaan Aya.

“Ah.. Iya, aku pilih Manaka sebagai pacarku saat itu.. Aku sudah main sejak LovePlus pertama di NDS.” jawabnya.

“Saat itu? Lalu sekarang?” tanya Aya.

“Yah, karena pekerjaan dan juga karena sudah sadar walau diapain juga dia bakal Cuma jadi 2D, aku mulai berhenti main…” Jawab Adrian dengan suara kecil.

“Kasihan Manaka.” Jawab Aya singkat.

Adrian kesal dengan jawaban dari Aya. Adrian ingin menarik figma Manaka yang dipegang oleh Aya dan memasukannya kembali kedalam lemari kaca, tapi niat itu ia urungkan karena Aya adalah pengunjung hotel tempatnya berkerja.

“Ah, ngomong-ngomong, anda tahu tempat tinggal saya dari mana?” tanya Adrian
“Oh, dari bartender yang satunya lagi… Uuuh, Heinrich!” balas Aya.

“HEINRICH……” ucap Adrian dalam hati.

Adrian kemudian mempersilahkan Aya untuk meminum Orange Juice yang ia bawakan dari dalam kulkas, Aya mengambil gelas di meja dan kemudian meminum Orange Juice itu, Adrian juga ikut minum sambil mengalihkan perhatiannya kearah jendela kamarnya.

Aya kemudian berdiri dari kasur tempatnya duduk dan berjalan menuju tempat duduk Adrian. Aya kemudian duduk di samping Adrian dan menyandarkan kepalanya ke pundak sebelah kiri Adrian. Adrian sedikit terkejut, mengakibatkan Orange Juice ditangannya tumpah sedikit.

“Adrian, kamu sengaja nggak peduli, atau memang kamu orangnya nggak sensitif sih?” Tanya Aya.

“Maaf, apa maksudmu?” tanya Adrian.

“Adrian, tolonglah.”

Aya kemudian menaruh telapak tangannya di kedua pipi Adrian, ia dekatkan wajahnya ke wajah Adrian, kemudian berkata,

“Aku suka kamu.. Nggak, aku cinta kamu.”

Aya kemudian mencium bibir Adrian dengan halus. Adrian yang terkejut hanya bisa menutup matanya dan mengikuti gerakan bibir Aya.

Dengan begini, Adrian telah mendapat konfirmasi bahwa Aya memang mencintainya. Hal ini terasa tidak nyata untuk Adrian, wanita yang ia lihat dan sukai secara cepat saat check-in di hotel tempatnya berkerja ternyata memberikan balasan positif kepadanya.

Adrian menghentikan ciuman Aya, Adrian kemudian berkata,

“Kenapa? Padahal aku bukanlah sosok yang terkenal maupun terlihat baik.”
“Kau tidak meniduriku saat aku mabuk kemarin, itu tanda seorang lelaki sejati.”

Wajah Adrian memerah, ia mulai salah tingkah menghadapi Aya yang terus menyerangnya.

“Tapi kita belum kenal dekat! Dan bisa saja aku nanti menyakiti hati mu! Aku bukan cowok yang matang, dan-”
“Itu masalah nanti… Kita akan jalani bersama.”

Aya melanjutkan ciumannya pada Adrian, kali ini Aya mendorong badan Adrian hingga terjatuh ke lantai kamarnya. Aya kembali memainkan lidahnya di dalam mulut Adrian.

Dan kali ini, Adrian membalas ciuman Aya dengan pelukan dan sentuhan halus ke rambut Aya, rambut berwarna cokelat muda yang terasa sangat halus dan ringan.

“Jadi… Kita pacaran?” tanya Aya.
“Kita pacaran.” Balas Adrian.

Chapter 1 of 3 – end.

8 thoughts on “[Chapter 1 of 3] Even If…

  1. Nice catch!
    Endingnya aku suka. But… ada hal yang saya kurang pas saat bagian Aya ingin dijamahi oleh Adrian. Adrian pergi. Dan ceritanya memberikan alasan dengan kelebihan dan rasa sikapnya.

    Maybe like this.
    “Di lift, Adrian tersenyum kecil. Tidak bisa dibantah, ia merasa senang dengan pengalaman deep kiss pertamanya. Tetapi ia masih menahan diri untuk tidak melakukannya dengan Aya. Kenapa? Karena Adrian tahu Aya dalam kondisi mabuk. Adrian tidak mau Aya menyesal telah berhubungan intim dengannya hanya karena berada dibawah pengaruh alkohol.”

    just stop into that section. kesannya akan memberikan kalau Adrian adalah orang yang bijaksana, tidak perlu dijelaskan. seperti dia memiliki sikap chivalry dan sebagainya. Boleh sih. Tapi… dengan memberikan kesan ke pembaca bahwa Adrian tidak mau melakukan hubungan intim hanya karena dalam keadaan mabuk. itu udah memberikan kesan Chivalry itu sendiri. Kalau dijelaskan. Akan memberikan rasa dan sifat melebihkan karakter, karena dia sendiri adalah tokoh utamanya.

    Maybe that’s my opinion 🙂

    Like

  2. Sial Salah pilih nickname gue……
    ini sekilas berasa kisah wibu yg cita2nya hidup di dunia cinta kaya anime menjadi nyata :v

    Like

  3. Yeah, gaya penulisannya sejujurnya hampir sama dengan saya, pemborosan kata “Ya”, “dan”, dan penjelasannya yang memang mirip. Bedanya cuma satu, saya tak se-vulgar ini. But at least, saya tidak pernah bilang saya tidak suka… Ini sempurna.

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.